BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berbicara tentang stabilitas ekonomi dalam berbagai sistem, pasti
tidak akan terlepas bahasannya dari uang, karena secara umum sistem yang
dimaksud disini adalah keuangan. Stabilitas sistem keuangan sebenarnya belum
memiliki definisi konkrit yang telah diterima secara nasional maupun
internasional. Ada banyak definisi tentang stabilitas sistem keuangan yang pada
pokoknya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan atau lembaga keuangan memasuki
tahap yang tidak selalu stabil, dan pada saat tertentu sistem tersebut telah
menghambat kegiatan ekonomi.
Perekonomian yang tidak stabil, akan menimbulkan biaya yang tinggi
bagi perekonomian dan masyarakat. Sehingga stabilitas ekonomi sangat penting
untuk memperlancar perekonomian nasional. Stabilitas ekonomi bias dilakukan
lewat pengelolaan besaran ekonomi, struktur pasar, dan sector-sektor lain.
Disamping itu, perlu juga adanya dukungan kebijakan fiskal dan moneter serta
reformasi struktural.
Makalah ini penulis susun sebagai acuan yang membahas hal-hal yang
berkaitan dengan “Stabilitas Ekonomi dalam Berbagai Sistem”. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya kepada penulis, dan semoga menjadi
investasi penulis kelak di akhirat. Amien….
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan aliran
monetarist tentang uang?
2. Bagaimana pandangan aliran
Keynesians tentang uang?
3. Bagaimana pandangan ekonom
Austria tentang uang?
4. Bagaimana pemikiran Masudul
Alam Choudry tentang uang?
5. Bagaimana pemikiran Umer
Chapra tentang uang?
6. Bagaimana upaya stabilisasi
mata uang emas (Dinar) dalam konsep ekonomi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan
aliran monetarist tentang uang.
2. Untuk mengetahui pandangan
aliran Keynesians tentang uang.
3. Untuk mengetahui pandangan
ekonom Austria tentang uang.
4. Untuk mengetahui pemikiran
Masudul Alam Choudry tentang uang.
5. Untuk mengetahui pemikiran
Umer Chapra tentang uang.
6. Untuk mengetahui upaya
stabilisasi mata uang emas (Dinar) dalam konsep ekonomi.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pandangan
Aliran Monetaris tentang uang
Apa yang diungkapkan oleh Monetarist sesungguhnya adalah seperti
pandangan Teoristis Kuantitas Uang, yaitu yang berasal dari teori Jean
Bodin, kemudia John Locke, David Hume, David Richardo, John Stuart Mill, lalu
berpuncak pada Irving Fisher dalam periode 1920-an dan 1930-an, dan kemudian
Milton Friedman dalam periode 1960-an dan 1970-an. Teori mereka yang pokok
adalah adanya hubungan antara kuantitas uang dan harga-harga, dimana money
supply merupakan faktor penentu utama tingkat harga.
Namun aliran monetarist (disebut juga Teori Kuantitas Uang Modern)
berpendapat lebih luas lagi, yaitu bahwa perubahan money supply tidak hanya
mempengaruhi tingkat harga, tetapi lebih luas lagi, bahwa dalam jangka pendek
money supply juga merupakan determinan penting yang dapat mempengaruhi
aktivitas perekonomian. Menurut kaum Monetarist, antara money supply dan GNP
terdapat hubungan langsung dan meyakinkan. Hubungan itu tidak lain adalah monetary
velocity yang dapat ditaksir (predictable). Oleh
karena itu, suatu perubahan money supply akan mengakibatkan perubahan
dalam aggregate spending dan GNP dengan jumlah yang dapat
diramalkan. Jika money supply ditingkatkan selama periode resersi, maka
kenaikan spending pertama-tama akan meningkatkan kesempatan kerja (employment)
dan output riil. Sedangkan apabila perekonomian sudah mendekati full-employment, maka
kenaikan GNP (karena kenaikan money supply) akan disertai kenaikan harga-harga.
Dalam pembahasan tentang permintaan uang oleh masyarakat,
Monetarist sangat menitik beratkan perhatian pada permintaan uang untuk tujuan
transaksi. Permintaan akan uang masyarakat itu dirumuskan sebagai suatu fraksi
tertentu dari penghasilan mereka (Md = kY), suatu kenaikan money supply akan
meningkatkan Y (GNP), kenaikan Y ini baru akan berhenti apabila money demand =
money supply (Md = Ms). Jadi income akan terus meningkat
sampai seluruh kenaikan money supply diserap ke dalam kenaikan permintaan uang
untuk transaksi (transaction demand). Dalam hubungan ini,
monetarist sama sekali tidak menyinggung pengaruhnya terhadap tingkat bunga.
Oleh karena Md = kY, maka Md akan sama dengan Ms hanya bila income
sama dengan sutu fraksi tertentu yang dikalikan dengan money supply (Y= 1/k
Ms). Factor pengali (1/k) ini tidak lain adalah velocity of money (V).
Velocity ini akan tetap konstan selama k tidak berubah.
Pendangan kaum monetarist meneganai volecity ini
sangat kaku (inflexible), yakni bahwa factor V itu tidak berubah alias konstan.
Yang perlu ditekankan hanyalah bahwa velocity itu dapat diramalkan. Tapi
belakangan sebagian besar kaum monetarist hanya menekankan bahwa velocity itu
mestinya dapat diramalkan, dan tidak perlu kosntan. Dengan kata lain, jika
money supply meningkat, maka GNP juga akan naik dengan jumlah yang dapat
diketahui, karena permintaan akan uang mempunyain hubungan yang meyakinkan
dengan GNP. Permintaan akan uang mungkin saja tergantung kepada tingkat bunga,
tetapi hubungan seperti itu adalah stabil dan predictable. Situasi
yang ideal bagi bank sentra adalah suatu velocity yang stabil, ataupun kalau
berubah, perubahan itu terjadi perlahan-lahan dan dapat diramalkan selama
periode waktu tertentu. Ini merupakan asumsi utama aliran Monetarist. Jika
misalnya velocity itu stabil atau predictable, maka bank sentral dapat
mempengaruh hampir seluruh spending, yaitu secara sederhana dengan menyesuaikan
money supply terhadap velocity yang diketahui itu. Dengan demikian, maka
kebijaksanaan moeneter saja akan diperlukan dan cukup untuk mengendalikan
seluruh spending[1]
B.
Pandangan
Aliran Keynesians tentang uang
Berbeda dengan kaum monetarist, kaum Keynesians berpendapat bahwa
money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak lansung dan tidak
meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dijelaskan oleh Keynesians dengan
tiga cara:
1. Katakanlah bank sentral
meningkatkan money supply melalui open market operations (membeli surat
berharga pemerintah). Tetapi kanaikan likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh
masyarakat, melainkan disimpan di rumah (hoarding). Memang, money supply naik,
tetapi GNP tidak berubah. Maka velocity turun, inilah yang disebut likuiditi
trap.
2. Perubahan money supply itu tidak akan memengaruhi GNP apabila
pada saat yang sama terjadi perubahan permintaan akan uang. Di sini Keynesians
menggunakan fungsi money demand yang tergantung juga pada tingkat bunga.
Perubahan tingkat bunga akan memengaruhi permintaan investasi dan income kalau
tingkat bunga tidak berubah, maka investasi dan GNP tidak akan berubah.
Misalnya, terjadi kenaikan money supply. Tapi apabila diimbangi oleh kenaikan
money demand, dengan cara dan jumlah tertentu, maka tingkat bungan tidak akan
berubah, sehingga GNP juga tidak berubah.
3. Katakanlah seperti anggapan monetarist bahwa masyarakat tidak
ingin memegang kelebihan uang dalam bentuk kas. Maka apabila ada tambahan uang
kas (karena peningkatan money supply), kelebihan itu akan segera
dibelanjakannya. Dalam dunia monetarist, kelebihan uang ka situ akan
dibelanjakan (oleh masyarakat) untuk asset riil (barang dan jasa), karena itu
secara lansung meningkatkan GNP. Tetapi dalam dunia Keynesians, masyarakat akan
membelanjakan kelebihan uang ka situ untuk assets finansiil: harga harga surat
berharga itu akan naik, dan tingkat bunganya turun. Tetapi GNP masih
belum terpengaruh. Nah, kalau turunnya tingkat bunga itu bisa mendorong
pengusaha ataupun konsumen meningkatkan keinginan meminjam dana, dan lalu dibelanjakan
untuk barang dan jasa, barulah GNP akan naik. Jadi menurut Keynesians, jalur
money supply memengaruhi GNP itu tidak lansung dan tidak pasti.
Itulah sebabnya Keynesians menggambarkan hubungan antara uang dan
tingkat bunga. Sedangkan monetarist menggambarkan hubungan antara uang dan
income. Keynesians sangat menekankan motif spekulatif dalam memegang uang,
sedang monetarist lebih menekankan motif transaksi.
Jadi kesimpulan pandangan utama Keynesians ialah : perubahan money
supply hanya dapat memengaruhi aggregate spending dan GNP, apabila pertama tama
tingkat bunga berubah, dan kemudian hanya juka business spending atau consumers
spending sensitive terhadap perubahan tingkat bunga itu.
Menurut Monetarist sumber kestabilan perekonomian adalah: tingkat
harga. Jika, misalnya, konsumsi dan investasi tidak naik cukup cepat untuk
mengimbangi turunnya investment spending semula, maka unemployment yang terjadi
akan menurunkan harga harga. Suatu stok uang yang tetap dengan harga harga yang
lebih rendah berarti money supply rill yang lebih besar. Ini akan merangsang
‘spendin’ secara lansung melalui teori kuantitas.
Sedangkan menurut Keynesians, money supply rill yang lebih besar
ini akan menurunkan tingkat bunga, dan investment spending selanjutnya masih
akan tetap naik. Menurut Keynesians, respon terhadap price effect ada dua:
a. Harga harga jarang sekali turun
b. Spending effect terlalu lambat berjalur
untuk mencapai full employment.
Analisis Keynesians dalam kaitannya dengan kebijaksanaan bank
sentral adalah menitikberatkan pada kredit.
Menurut Keynesians, uang itu tidaklah begitu penting sampai
perjalanannya hingga ketangan spender yang potensial. Transaksi pinjam menimjam
mungkin diperlukan untuk emnimdahkan uang dari pemegangnya (pemegang uang
nganggur) karena para peminjam (borrower) yang membutuhkannya untuk
dibelanjakan.
Monetarist menolak pandangan di atas. Menurut mereka, setiap orang
yang memegang uang adalah bertindak pula sebagai spender. Jadi yang perlu
diperhatikan adalah uang, dan uang itu memengaruhi GNP secara lansung.
C.
Pandangan
Ekonom Austria tentang uang
Terhadap kenyataan adanya inflasi, krisis perbankan dan krisis
ekonomi, para pemikir ekonomi dari Austria menyalahkan penggunaan fiat
money sebagai penyebab utama terjadinya berbagai macam krisis
tersebut. Mereka mengusulkan diterapkannya 100% reserver gold
standard. Para ekonom Australia beranggapan bahwa system ini lebih superior
dibandingkan dengan system fiat money yang ada. Karena dapat mencegah
terjadinya inflasi dan memelihara kestabilan harga-harga secara umum.[2] Sistem gold
standard sudah menggantikan sistem Bimatallisme yang
digunakan oleh imperium Roma dan imperium Persia serta Negara-negara di dunia
sampai pertengahan abad ke-19.[3]
Para ekonom Australia berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat
moneypemerintah dengan bebas akan dapat mencetak uang tanpa
mempertimbangkan kebutuhan dari transaksi di sector riil. Di samping itu,
pencetakan uang akan
ITEMS
|
MONETARIST
|
KEYNESIANS
|
Velocity of money
|
Predictable dan (agak)
Konstan
|
Tidak konstan dan
Unpredictable
|
Ms GNP
|
a. predictable
b. langsung:Ms Ms GNP
|
a. unpredictable
b. tidak langsung:
Ms tk.bunga GNP
|
Diagram
|
a. absis : uang
b. ordinat : income
|
a. absis : uang
b. ordinat : tk. Bunga
|
Harga uang (dipasar uang)
|
*tingkat harga umum
|
*tingkat bunga
|
Fungsi Md
|
Stabil
|
Tidak stabil
|
Ms tingkat bunga
Jk. Pendek:
Jk. Panjang :
|
Tk. Bunga turun
Tk. Bunga naik
|
Tk. Bunga turun
a. tergantung pada
sensitivitas GNP
b. Umumnya : turun, karena:
1.periode interim cukup
Panjang
2. adanya wealth effect
|
Uang atau kredit
|
Uang
|
Kredit
|
Definisi uang
|
M1, tapi akhirnya juga M2 dan M3
|
Menggolongkan setiap
ukuran tunggal monetary
policy
|
Kebijaksanaan yang
disarankan
|
Moneter
|
Fiscal
|
Menghasilkan bagi otoritas moneter. Hal tersebut sesuai dengan
persamaan sebagai berikut:
Real revenue from printing money
Dimana yang tinggi akan menyebabkan tingkat tingkat
inflasi ( ) yang tinggi, sehingga implikasinya adalah suatu nilai nominal
yang lebih tinggi pula dari tingkat suku bunga (R = r + ). Oleh
karena itu, tingkat pertumbuhan uang yang tinggi akan menghasilkan tingkat
pajak yang lebih tinggi pula dari pajak memegang uang (tax for holding
money).
Para ekonom Australia mempunyai sudut pandang yang lebih radikal
dibandingkan dengan para ekonom monetaris maupun Keynesians dalam melihat
inflasi. Ekonom Austria mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan dari
volume money suplay. Adapun harga-harga yang meningkat yang terjadi
setelah peningkatan money suplay merupkan konsekuensi dari inflasi, meski bukan
merupakan inflasi itu sendiri. Jika inflasi adalah peningkatan money
suplay, maka penyebab inflasi adalah pencetakan uang oleh pemerintah untuk
membiayai anggaran deficit dan penciptaan kredit oleh system fractional
reserve banking. Peningkatan money suplay tanpa diimbangi
dengan peningkatan cadangan emas atau commodity money lainnya akan memberikan
efek yang harmful terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu
ekonom Australia, Ludwig Von Mises bahkan berpendapat bahwa penciptaan kredit
melalui fractional reserve lending oleh perbankan mirip dengan pencetakan uang.
Hanya cara uang tersebut masuk ke dalam sirkulasi yang berbeda …………………” by
lowing the interest rate they charge, banks can intensify the demand for
credit. Then, by satisfying this demand,they can increase the quantity of
fiduciary media in circulation”.
Cara mengatasi seignorage dan penciptaan kredit oleh perbankan,
menurut ekonom Austria, adalah dengan menggunakan kombinasi antara 100% reserve
dan standart emas. Dengan demikian,ekspansi kredit besar-besaran oleh system
perbankan akan dapat dieliminir. Dengan membuat uang convertible terhadap
emas akan mengakhiri terjadinya inflationary government policies
karena peningkatan kuantitas uang harus diimbangi dengan kenaikan cadangan
emas. Di sisn musti dicatat, bahwa tingkat harga, secara umum, tidak akan
stabil 100%. Karena mencapai tingkat harga yang “super stabil” adalah tidak
mungkin, yang menurut ekonom Austria sendiri hal ini merupakan tindakan
yang unnecessary.
Terdapat dua keuntungan lain dari rendahnya tingkat inflasi dalam
system 100% reserve gold standard. Yang pertama adalah
rendahnya tingkat suku bunga, ini tidak disebabkan karena bank sentral
merendahkan suku bunga, namun karena peminjam uang menanggung risiko yang lebih
keci dalam system ini. Jika tingkat suku bunga masih merefleksikan kelangkaan
modal, maka naik turunnya siklus bisnis akan dapat dihindari, sehingga
pertumbuhan ekonomi akan sustainable.
Keuntungan kedua dengan diterapkannya 100% reserve gold
standard, menurut ekonom Austria adalah akan membatasi keleluasaan
pemerintah untuk menerapkan anggaran defisit. Karena dengan system ini,
pemerintah mau tidak mau harus melakukan anggaran berimbang. Dalam system ini,
seluruh program pemerintah harus didanai dengan menggunakan pola taxation,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ekonom Austria juga menambahkan, selain beberapa keuntungan diatas,
aka nada keuntungan lain yang akan diperoleh pemerintah suatu Negara jika
system tersebut diterapkan oleh banyak Negara didunia, yakni meningkatnya
perdagangan internasional, ini disebabkan risiko kurs nilai tukar akan dengan
sendirinya tereliminir.
D.
Pemikiran
Masudul Alam Choudury tentang uang
Chaundury melakukan analisis ekonomi moneternya berdasarkan
teori endogeneos money,ia berpendapat bahwa perekonomian akan
berjalan stabil ketika ditunjang oleh sistem 100% reserve. dalam analisis
berikut ini akan diperlihatkan bagaimana hubungan antara sektor riil dengan
moneter dalam teori endogenous money. Kuadran pertama, menjelaskan
hubungan antara currency value of spending (C) yang merupakan
representasi dari volume sektor moneter dengan real value spending (yang
merupakan representasi dari sektor riil). Dalam diagram satu inilah dapat
dilihat bagaimana keseimbangan antara sektor riil dengan moneter. Mekanisme
terbentuknya keseimbangan tersebut merupakan output dari keterkaitan
antara kuadran pertama dengan dengan ketiga kuadran lainnya. Kuadran kedua,
menerangkan hubungan antara real value of spending (P.Q) dengan
rate value profit (P). Dari kesemua hubungan kuadran kedua merupakan kuadran
yang paling utama, karena dalam kuadran inilah dapat dilihat perbedaan antara
keseimbangan umum dalam ekonomi islam dengan ekonomi konvensional. rate
of profit (P) dan interest rate (r) dalam kedua
sistem ekonomi baik islam maupun konvensional masing-masing dijadikan sebagai
intermediation instrument antara sektor riil dengan sektor finansiil. Perbedaan
akan terlihat bagaimana hubungan suku bunga dengan real value of
spending dalam kurva IS ekonomi konvensional bila di bandingkan dengan
hubungan antara rate of profi t(P) dan real value of
spending (P.Q) yang berbanding lurus. Rate of profit (P)
berhubungan linier positif terhadap real value of spending artinya
apabila dalam suatu perekonomian nilai rate of profitmeningkat maka
akan diikuti secara proporsional peningkatan real value of spending .Kuadran
ketiga menggambarkan hubungan antara rate of profit dengan harga (p).
Akhirnya pada diagram empt digambarkan bagaimana hubungan antara price (p)
dengan currency value of spending (C). hubungan antara rate of
profit dengan harga dapat dijelaskan dari fenomena naik turunnya harga.
dalam teori endegenous money-nyaChoundry, naik turunnya harga
disebabkan karena pergerakan aggregate demand. Lebih spesifik
lagi,pergerakan AD ini semata-mata karena perubahan di sektor riil dan bukannya
sektor moneter. Karena kenaikan harga disebabkan oleh perubahan dalam
real value of spending (P.Q) sedangkan rate of profit berbanding
lurus dengan real value of spending(P.Q) maka secara tidak langsung
dapat dikatakan bahwa perubahan harga dapat disebabkan karena perubahan
pada rate of profit (P), dan keduanya akan berhubungan positif
seperti yang terlihat dalam kuadran ketiga.
Dalam kuadrat empat, diterangkan bagaimana keseimbangan
dalam financial sectorterbentuk. Hubungan yang terjadi dalam
kuadran empat dipengaruhi oleh hubungan yang terjadi pada kuadran kedua, hal
ini dapat dijelaskan karena islam menghendaki currency value of
spending adalah representasi dari real value of spending.
sedangkan harga adalah biaya moneter yang berfungsi untuk menyeimbangkan antara
volume sektor riil dengan sektor finansiil. Maka semakin besar volume sektor
riil akan berdampak pada penembahan di sektor finansiil. Maka sektor riil
berhubungan positif dengan tingkat harga (p), dalam diagram ketiga , maka harga
juga akan berhungan secara positif dengan besarnya aktivitas atau volume dalam
sektor moneter. Dalam diagram empat terlihat bagaimana harga dibanding
lurus dengan currency value of spending. Kalau kita perhatikan,
pemikiran Choundry, dengan endogenous money dan 100% reserve,
sangat mirip dengan pemikiran ekonon Austria.
E. Pemikiran Umar Capra tentang uang
Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi
merupakan kebutuhan bagi manusia dan sarana yang lazim agar bisa hidup dan
bekerja untuk mencapai tujuan yang tinggi (sebagai hamba Allah yang sholeh),
sehingga ekonomi hanya merupakan sarana penunjang bagi pelakunya dan menjadi
pelayan bagi aqidah dan risalah yang diyakini.[4] Hal
ini yang menjadi dasar pertimbangan bagi para pakar ekonomi Islam agar semua
kegiatan perekonomian selalu sesuai dengan koridor Islam, seperti kebijakan
moneter, pengembangan moneter, dan lain-lain.
Menurut Chapra, terdapat tiga sumber pengembangan moneter dalam
rangka menjamin pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan. Dua
diantaranya bersifat domestic yaitu pembiayaan deficit Negara dengan meminjam
dari bank sentral dan pengembangan deposit dengan cara menciptakan bank-bank
kredit komersial.
Dengan menggunakan formula dasar Keynes, permintaan akan uang versi
Chapra adalah sebagai berikut:
Md = f (Y, S, µ), dimana
Y = barang dan jasa yang sesuai dengan pemenuhan
kebutuhan. Dan investasi produktif yang selaras dengan nilai islam.
S = nilai-nilai moral dan social (termasuk
zakat) yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses alokasi dan distribusi
sumber daya. Ini akan berpengaruh terhadap Md yang tidak dipergunakan
untuk conspicuous consumption.
µ = rate of profit. Suku bunga tidak
diperkenankan dalam proses financial intermediation.
Dalam rangka mencapai stabilisasi, Chapra mengusulkan beberapa
instrument kebijakan moneter berikut ini:
1.
Target Pertumbuhan pada M dan M0
Secara berkala, bank sentral harus menetapkan pertumbuhan penawaran
uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi
yang dapat dipertahankan dan stabilitas dalam nilai uang. Untuk membantu tujuan
diatas, bank sentral harus membuat total M0, sebagian diperuntukkan bagi
pemerintah dan sebagian lain untuk bank-bank komersial dan lembaga-lembaga
khusus keuangan. M0 yang diperuntukkan bagi pemerintah, harus berupa pinjaman
tanpa bunga guna memungkinkan pemerintah membiayai proyek-proyek sosialnya, termasuk
penyediaan perumahan, fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi kalangan miskin.
M0 yang disediakan untuk bank komersial, terutama dalam bentuk
pinjaman mudharabah, harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument
kualitatif maupun kuantitatif utama untuk mengendalikan kredit.
2.
Public Share of Demand Deposit
Dalam jumlah tertentu, demand deposit bank-bank komersial,
katakanlah maksimum sampai 25%, harus diserahkan kepada pemerintah guna
memungkinkannya membiayai proyek-proyek yang secara social menguntungkan,
sementara system bagi hasil belum dimungkinkan. Jumlah ini diluar yang telah
diberikan kepada pemerintah oleh bank sentral dalam rangka memperoleh landasan
keuangan (M0). Ada tiga alas an pendukung ide ini. Pertama, bank komersial
bertindak sebagai agen Negara dalam memobilisasikan dana macet dalam
masyarakat. Kedua, the banks do not pay any return on demand deposits;
ketiga, jika deposit ini diasuransikan sepenuhnya, Negara tidak perlu
menanggung risiko.
3.
Statutory Reserve Requirement
Bank komersial diharuskan memiliki cadangan dalam jumlah tertentu,
katakanlah 10-20% dari demand deposit mereka dengan bank
sentral. Jumlah cadangan ini bias bervariasi tergantung kepada kebijakan
moneter dari bank sentral.
Rasionalisasi di balik pemberlakuan cadangan hanya terhadap demand
deposit, sebagaimana telah disebutkan berkaitan dengan hakikat equity deposit
mudharabah dalam perekonomian islam. Statutory Reserve
Requirement ini juga akan membantu memberikan jaminan atas deposit dan
sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank.
4.
Credit Ceiling
Perilaku penawaran uang mencerminkan suatu interaksi yang kompleks
dari berbagai sector perekonomian internal maupun eksternal. Dari sini, kiranya
perlu ditetapkan batas kredit yang boleh dilakukan bank-bak komersial untuk
memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target-target moneter.
Langkah ini harus dilakukan secara hati-hati, terutama dalam pengalokasian
batas antar bank secara individual agar tidak mengancam kompetisi yang sehat
antar bank itu sendiri.[5]
F. Upaya stabilisasi mata uang emas dalam konsep ekonomi
Dalam bagian ini yang pertama harus kita kupas adalah makna dari
kestabilan nilai mata uang menurut teori ekonomi. Ini di perlukan karena
keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang penting. Ketidak
adilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar uang
akan mengakibatkan perekonomian tidak berjalan pada titik keseimbangan. Hal ini
akan semakin mempersulit untuk merealisasiakan keadilan dalam sosila ekonomi da
kesejahteraan social. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan
mungkin mampu melakukan pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya
keadilan dalan system yang dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya
keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relative berada dalam
kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya secara merata,
terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment, dan stabilitas
perekonomian. Menurut teori ekonomi, kestabilan nilai mata uang dapat dibagi
kedalam dua aspek. Pertama, kestabilan nilai mata uang dilihat
dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap harga barang dan jasa, yang lebih
lanjut kita rasakan dengan adanya inflasi dan deflasi (kestabilan nilai uang
dalam konteks closed-economy). Kedua, kestabilan
nilai mata uang dilihat dari berfluktuatifnya nilai uang terhadap nilai uang
mata uang Negara lain yang lebih lanjut kita rasakan dengan adanya depresiasi
dan apresiasi mata uang (kestabilan nilai uang dalm konteks open-economy).
Segala fenomena tentang uang dari keempat hal tersebut menjadikan stabilitas
nilai mata uang akan terganggu. Selanjutnya ada baiknya kita menjelaskan
kestabilan nilai standard emas (dinar) dilihat dari dua aspek diatas, yakni
aspek closed-economy dan open-economy. untuk
menjelaskan kestabilan nilai standard emas dalam konteks closed-economy,
akan digunakan pendekatan quantity theory of money, sedangkan untuk
menjelaskan kesatbilan dalam konteks open-economy akan dipakai
pendekatan monetarist model.
1.
Kestabilan Dinar (Emas) Menurut
Quantity Theory of Money
Seperti kita ketahui bersama bahwa dinar dan dirham sudah digunakan
sebagi mata uang sejak sebelum risalah islam diturunkan lewat rosulullah. Dalam
perkembangan selanjutnya Negara-negara didunia tetap makai standar emas dalam
perekonomian internasional. Meskipun waktu tetapnya tidak dapat dipastikan,
namun gold standar ini mulai diterapkan dalm kurun
waktu 1880 sampai dengan 1890. Dalam standard emas ini mata uang Negara didunia
dinilai berdasrkan berapa nilai mata uang tersebut dalam menghargai emas.
misalnya Negara A senilai 0,1 ons emas dan Negara B senilai 0,2 ons emas, maka
1 unit B senilai dengan dua kali harga A. dengan demikian, nilai tukar keduanya
adalah 1B = 2A. dengan menggunakan standard emas maka dapt dijelaqskan pula
bagaimana mekanisme keseimbangan neraca pembayaran di setiap Negara yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat harga secara umum di masing-masing
Negara. Berikut ini juga akan terlihat bagaimana perubhan money supply akan
berpengaruh tehadap tingkat harga secara umum, sebagaimana diutarakan oleh
David Hume. Dengan fomulasi MV=PQ4, dimana M (money supply),
V (velocity of money-average number of times each dollar is spent), P (price
level), dan Q (quantity or number of transaction paid for with money) kita
akan melihat bagaimana mekanismenya berjalan. Negara X yang neraca
pembayarannya (selanjutnya akan disingkat akan menjadi BoP, artinya balance
of payment) mengalami deficit pada saat yang bersamaan akan mengalami
ouflow dari emas, ini berarti money supply juaga ikut
berkurang yang selanjutnya akan menurunkan tingkat harga secara umum (ingat
rumusan quantity theory of money diatas). Sebaliknya, negara Y yang mengalami
surplus BoP akan mendapati aliran masuk emas kedalam Negara tersebuat (artinya
money supply ikut naik), asumsi ceteris paribus dengan formulasi quantity
theory of money harga-harga ikut naik juga namun demikian, Negara X yang
BoP-nya deficit akan mengalami kenaikan ekspor secara tajam akibat harga-harga
yang turun, sebaliknya Negara Y ayng BoP-nya surplus akan mengalami penurunan
tingkat ekspor akibat kenaikan harga-harga secara umum. Kondisi kedua Negara
yang berkebalikan tersebut mendorong kepada tercapainya keseimbangan neraca
pembayaran dimasing-masing Negara.
Negara X (difisit)
Gold outflow (MS↓, maka p↓, asumsi V dan T tetap), akibat P↓, maka
x↑, sehingga terjadi Gold inflow, kembali equilibrium.
Negara Y (surplus BoP)
Gold inflow (MS↑maka P↑, asumsi V dan T tetap), akibat P↑ maka x↓,
sehingga terjadi Gold outflow, kembali equilibrium.
Dari mekanisme transmisi diatas dapat dipahami mengapa tingkat
harga pada rezim standard emas relative stabil mengingat peningkatan money
supplysangat dibatasi oleh persediaan atau stock emas sehingga pergerakan
harga-harga juga tidak terlalu fluktuastif. Tidak demikian halnya dengan rezim
fiat money. Dalam garik berikut ini akan diperlihatkan tingkat harga
padsa rezim gold standard yang terjadi di amerika serikat dan inggris.
Dari kedua grafik diatas, tampak bahwa tingkat haarga-harga secara
umum relative stabil dan tidak seluktuatif dibandingkan ketika tidak lagi
menggunakan standard.
Selanjtunya, akan diberikan ringkasan tingkat harga, real out pout
dan pertumbuhan uang di amerika dan inggris pada masa rezim gold standard,
interwar periode dan post word-war II.
Sejarah perang dunia 1 menunjukkan standard emas pada masa itu
berhasil karena menggunakan managed internasional standard dimana bank
central mempunyai peranan dalam mengatur supply emas. Ditambah lagi dengan
adanya pasar uang dan pemusatan internasional capital dilondon
serta penggunaan poundsterling sebgai mata uang kunci telah berperan penting
terhadap berhasilnya sitem standard emas meskipun cadangan emas yang dimiliki
terbatas. Disamping itu adanya kerjasama antara Negara-negara yang tergabung
dalam system managed gold standard turut menjaga tercapainya
kestabilan harga dalam jangka waktu yang panjang. Artinya system standard emas
tidak akan berhasil dalam mengatasi persisten shocks yang
terjadi diluar control Negara yang bersangkutan jika tidak dilakukan secara
bersama. Oleh sebab itulahfiduciary money standard yang didasrkan
atas pertumbuhan moneter yang terprediksi dan teratur dapat menghasilkan
stabilitas tingkat harga dan output yang lebih baik dari pada kembali pada
standard emas. Yang harus menjadi perhatian sebenarnya adalah begaimana dalam
system fiduciary money, menurut Bordo: “is tu ensure
that such a rule is maintained and taha a commitment be made to the goal of
long-run price stability.”[6]
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1. Aliran monetarist (Teoritisi
Kuantitas Uang Modern) berpendapat bahwa perubahan money supply mempengaruhi
tingkat harga, dalam jangka pendek money supply dapat
mempengaruhi aktivitas perekonomian. Antara money supply dan
GNP terdapat hubungan langsung dan meyakinkan (monetary velocity dapat
ditaksir), sehingga perubahan money supplymengakibatkan perubahan
dalam aggregate spending dan GNP dengan jumlah yang dapat
diramalkan.
2. Kaum Keynesians berpendapat
berbeda dengan monetarist, mereka berpendapat bahwa money
supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak langsung dan tidak
meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak
stabil baik dalam jangka pendekmaupun dalam jangka panjang. Kebijaksanaan bank
sentral adalah menitik beratkan pada kredit. Setiap orang yang memegang uang
bukanlah spender.
3. Ekonomi Austria berpendapat
bahwa dengan menggunakan fiat money pemerintah bebas mencetak uang (yang akan
menghasilkan bagi otoritas moneter) tanpa mempertimbangkan kebutuhan transaksi
di sector riil. Mereka mendefinisikan inflasi sebagai peningkatan dari
volume money supply, inflasi disebabkan percetakan uang oleh
pemerintah untuk membiayai anggaran defisit dan penciptaan kredit oleh sistem fractional
reserve banking, dan bisa diatasi menggunakan kombonasi antara 100 %
reserve dan standart emas. Rendahnya tingkat inflasi dalam sistem 100 % reserve
gold standard akan mendatangkan banyak keuntungan bagi pemerintah.
4. Choudury berpendapat bahwa
perekonomian akan berjalan stabil ketika ditunjang oleh sistem 100 % reserve.
Pemikirannya mirip dengan pemikir ekonomi Austria.
5. Menurut
Chapra, terdapat 3 sumber pengembangan moneter dalam rangka menjamin
pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan, yaitu:
a. Pembiayaan
defisit negara dengan meminjam dari bank sentral
b. Pengembangan
deposit dengan cara menciptakan bank-bank kredit komersial
c. Moneterisasi balance
of payment surplus
Chapra
mengusulkan beberapa instrument kebijakan moneter, yaitu:
a. Target
pertumbuhan pada M dan M0
b. Public
share of demand deposit
c. Statutory
reserve requirement
d. Credit
ceiling
6. Ibnu
Khaldun mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan
pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang
dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam
fungsinya sehingga perekonomian relatif stabil. Untuk menjelaskan kestabilan
nilai standard emas (dinar) dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
a. Kestabilan
dinar (emas) menurut Quantity Theory of Money (closed-economy).
b. Kestabilan
standard emas (dinar) dalam perspektif Monetarist Model (open-economy)
Kestabilan dinar menurut pandangan Umar Vadillo, nilai nominal dan
intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu, menggunakannya akan
terhindar dari inflasi. Pemikiran ini hampir sama dengan ekonom Austria.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman. 2010. Ekonomi Makro Islami. Jakarta:
Raja Persada
Lubis, Suhrawardi K. dan Farid Wajdi. 2012. Hukum Ekonomi
Islam, Jakarta: Sinar Grafika
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi
Makro Islam dan Konvensional.Yogyakarta: Graha Ilmu
Yunus, Jamal Lulail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang:
UIN-Malang Press
[1]
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (cetakan ke-3), hal 93
[2] Adiwarman
Karim, Ekonomi Makro Islami ( Jakarta: Raja Persada. 2010
). Hlm., 94-96
[3] Suhrawardi
K. Lubis dan Farid Wajdi, 2012, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm 18-19
[4] Jamal
Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro (Malang: UIN-Malang
Press, 2009), hlm 15.
[5] Adiwarman
Karim, Ekonomi Makro Islami ( Jakarta: Raja Persada. 2010
). Hlm., 97-109
[6] Eko
Suprayitno, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 198-199


0 comments:
Post a Comment