Thursday, April 27, 2017








DAFTAR ISI

 

 

 

 

 

 



BAB I

PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang

Memuji Allah Adalah salah satu tugas manusia sebagai yang diciptakan, karena sudah sewajarnya seorang hamba selalu merasa syukur atas kehadirannya di dunia ini, tidak lain dan tidak bukan pasti karena Allah Ta’ala, meskipun ada atau tidak adanya pujian kepada Allah tidak akan menurunkan derajat-Nya sebagai tuhan, karena memang Allah tidak butuh pujian kita, tapi kita selalu butuh untuk memuji Allah, Allah hanya mempunyai hak, sedangkan manusia selain punya hak juga mempunyai kewajiban, untuk itu hakikatnya yang mempunyai kewajiban, harus melakukan kewajiban terlebih dahulu baru menuntut hak nya. Dalam makalah ini akan dibahas praktek-praktek memuji tuhan sesuai dengan tuntunan Ahlussunah waljama’ah.
Mengingat banyak nya kontroversi mengenai apa hukum basmallah dalam sholat, penulis mencoba memaparkan dari sudut pandang Imam 4 Madzhab, sehingga diharapkan kaum awam dapat mengambil kesimpulan bagaimana hukum basmallah dalam sholat.


B.    Rumusan Masalah

1.     Bagaimana Hukum Pujian Dalam Sholat?
2.     Apa Hukum Melafadzkan Niat Sholat?
3.     Bagaimana Hukum Basmallah Dalam Sholat?

C.   Tujuan

Adapun Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas presentasi dari mata kuliah Aswaja, juga penulis memaparkan beberapa opini para ahli,juga bertujuan agar kaum awam dapat mengambil kesimpulan sesuai dengan landasan-landasan yang pikir imam Madzhab yang 4. Diharapkan makalah ini dapat mengembangkan kemampuan pikir dan pemahaman baik itu dari penulis sendiri, maupun pembaca yang haus akan ilmu.


BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pujian Sebelum Sholat

            Pujian itu sendiri berasal dari bahasa jawa yang berarti sanjungan kepada Allah SWT. Yang kemudian djadikan sebagai istilah khusus bagi kaum  nahdliyin yag biasanya dilakukan setelah adzan sebelum sholat berjama’ah dilaksanakan. Jadi yang dimaksud dengan pujian adalah membaca dzikir atau syair  yang berupa sanjungan hamba kepada Allah SWT dengan bersama-sama sebelum menunaikan sholat berjama’ah dilaksanakan.berikut adalah kalimat-kalimat yang biasanya dilantunkan oleh kaum nahdliyin ketika melakukan pujian  sebelum sholat:
1.     Melantunkan sifat-sifat Allah SWT, seperti Qidam, Baqo dan seterusnya
2.     Membaca sholawat nabi dan do’an memohon keselamatan
3.     Ungkapan kalimat dalam bentuk ajaran/ pesan moral para kekasih Allah  (seperti Wali songo), sebagai contoh: Tombo ati limo sawernane……[1]

B.    Sejarah Pujian Sebelum Sholat

            Tradisi membaca pujian sebelum sholat bukan hanya di Indonesia , akan tetapi  tradisi umat Islam ini terjadi diberbagai  belahan dunia manapun yang sudah ada sejak dulu yaitu sebelum datangnya aliran wahabi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.     Pembacaan tasbih pada waktu sahur
      Dalam kitab-kitab sejarah  diterangkan baha pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan ra., ada salah  satu sahabat Nabi Muhammmad SAW yaitu Maslamah binMakhlad ra (gubernur  yang diangkat oleh Muawiyah) melakukan I’tikaf pada maam hari di Masjid Jami’ Amr bin al-‘Ash di Mesir. Pada saat itu ia medengar suara gong  lonceng gereja-gereja Koptik (gereja terbesar di Mesir) yang sangat keras. Kemudian ia mengadukan hal tersebut kepada Syurahbil binAmir  yaitu kepala  para muadzin di masjid tersebut. Setelah itu Maslamah memeritahkan para muadzin megumandangkan pembacaan tasbih pada waktu pertengahan malam (nishful-lail yaitu pada jam 12 keatas) ditempat-tempat adzan, sampai mejelang waktu shubuh. Kemudia tradisis ini berlangsung diberbagai negeri Islam. Tanpa ada seorang ulama yang mengganggapnya sebagai bid’ah tercelaatau haram.
2.     Pembacaan akidah Ahlussunnah
      Sebelum Sultan Shalahuddun al-Ayyubi meguasai Mesir , selama dua ratus tahun lebih Mesir dan sekitarnya dikuasi oleh dinasti  fathima yang beraliran Syiah Isma’iliyah. Dinasti Fathimi menyebarkan ajaran Syiah Ismailiyah melalui kekuasaanya. Setelah Sultan Shalahuddin al Ayyubi menguasai Mesir  dan Syam yang  meliputi Syria, Lebanon, dan Palestina yaitu setelah mengusir pasuan salibis Kristen dari Baitul  Maqdis di Palestina, maka untuk  memberantas ajaran syiah Islamiyah Sultan Shalahudin memerintahkan para muadzin uu membacakan kitab al-‘Aqidah al-Mursyidah. Yang isinya tentang akidah Ahlussunnah wal jama’ah dengan madzab al Asy’ari. Dengan mmbaca kitab tersebut setiap malam Sultan Shalahudin berhasil memberantas ajtran Syi’ah dan menyebarkan ajan Ahlussunah Wal Jamaah. Tradisi ini kemudian diikuti oleh umat Islam di Indonesia dengan membaca kitab nazham ‘Aqidah al-Awam karya Sayyid al Marzuqi setiap menjelang waktu shoalt maktubah.[2]
3.     Pembacaan Shalawat menjelang sholat maktubah
      Pembacaan sholawat Nabi SAW  yaitu sebelum sholat maktubah (sholat lima waktu) belangsung sejak masa pemerintahan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang diintruksika sendiri oleh beliau. Hal ini beliau lakukan, karena sebelum itu, ketika Khalifah  al-Hakim bin al-‘Aziz, penguasa dinasti Fathimi di Mesir yang beraliran Syiah Ismailiyah, terbunuh, saudarinya yang bernama Sittul Malik, memerintahkan para muadzin agar mengucapkan salam kepada putra al-Hakim, yaitu Khalifah al-Zhahir dengan mengucapkan as-Salam‘ala al-Imam al-Zhahir (salam sejahtera kepada Imam al-Zhahir). Kemudian ucapan salam tersebut terus dilakukan kepada para khalifah Fathimi sesudahnya dari generasi ke generasi, hingga akhirnya Sultan Shalahuddin al-Ayyubi membatalkannya, dan menggantinya dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Para ulama menganggap kebijakan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi tersebut sebagai kebijakan yang bagus dan layak didoakan agar diberi balasan pahala oleh Allah subhanahu wata’ala.[3]

C.   Hukum melakukan pujian sebelum sholat

            Menurut para ulama’ tradisi  pujian sebelum shalat adlah sebuah tradisi yang baik dan termasuk kedalam Bid’ah hasanah yang mendtangkan pahla bagi para pelakunya. Berikut adlah hadist yang menjelaskan tentang hal tersebut:

لِحَدِيْثِ اُقْعُدُوْا فَإِذَا دَعَا الْقَوْمُ اَمَّنُوْا عَلىَ دُعَائِهِمْ فَإِذَا صَلَّوْا عَلىَ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّوْا مَعَهُمْ حَتَّى يَفْرَغُوْا ثُمَّ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ طُوْبَىأَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ أَنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِذَا مَرُّوْا بِحِلَقِ الذِّكْرِ قَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ لِهَؤُل يَرْجِعُوْنَ مَغْفُوْرًا لَهُ
Yang Artinya:
Karena hadits Abu Hurairah radhiayallahu ‘anh, bahwa  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu berjalan. Apabila mereka menjumpai majlis dzikir, sebagian mereka berkata: “Duduklah”. Apabila kaum itu berdoa, para malaikat itu membaca amin atas doa mereka. Apabila mereka bershalawat, merekapun bershalawat bersama mereka sampai selesai. Kemudian mereka berkata: “Beruntung kaum itu, pulang dengan memperoleh ampunan Allah.” (Ibnu Qayyimil Jauziyyah, Jala’ al-Afham, hal. 237)[4]

D.   Melafalkan niat sholat

           Niat adalah amalan hati dan hanya Allah  SWT yang mengetahuinya. Niat itu tempatnya  di dalam hati dan bukanlah di lisan. Hal ini berdsarkan ijma’ para ulama’ yang dikutip oleh Ahmad bin Abdul Harim Abul Abbas Al Haron dalam Majmu’ Fatawanya. Bagi warga NU melafalkan niat adalah sudah menjadi kebiasaan misalnya pada sholat dzuhur “Usholli fardha dhuhri arba’a raka’tin musraqbilal qiblati ada’an lillahita’ala” yang artinya saya berniat melakukan sholat fardlu dzuhrur empat rakaat  dengan menghadap kiblat dan tepat pada waktunya sema mata karena Allah SWT. Adapun hukum melafalkan niat sholat pada ssat menjelang takbiratul ihram menurut kesepakatan  empa madzab yaitu:
1.     Menurut Imam Syafi’I dan pengikut Imam Ahmad bin Hambal adlah sunnah,
     Karena melafalkan niat sebelum takir dapat membatu untu mengingatkan hati sehingga membuat seseorang lebih khusyu’ dalam melaksanakan shalatnya. Jika seseorang salah dalam melafalka niatnya, seperti contoh melafalkan niat shalat Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur maka yang dianggap adlah niatnya buan lafal niatnya. Karena pa yang diucap oleh mulut itu bukanlah niat, ia hanyalah memantu mengingatkan hati. Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hti sepanjang niat itu masih benar.
2.     Menurut Imam Malik bahwamelafalkan niat shalat  sebelum takbiratul ihram tidak disyariatkan kecuali bagi orang-oarang yang terkena penyakit was-was (peragu terhadap niatnya sendiri).
3.     Menurut Imam Hanafi bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir adalah bid’ah, namun dianggap baik (istihsan) melafalkan niat bagi orang yang terkena penyakit was-was
            Sebenarnya tentang melafalkan niat dalam suatu ibadah wajib pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan ibadah haji.seperti yang dikutip  oleh hadist dibawah ini:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّا
            “Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah saw mengucapkan, “Labbaika, aku sengaja mengerjakan umrah dan haji”.” (HR. Muslim).
                        Memang ketika Nabi Muhammad SAW melafalkan niat itu dalam menjalankan ibadah haji, bukan shalat, wudlu’ atau ibadah puasa, tetapi tidak berarti selain haji tidak bisa diqiyaskan atau dianalogikan sama sekali atau ditutup sama sekali untuk melafalkan niat. Niat itu sendiri tempatnya ada di hati, tetapi untuk sahnya niat dalam ibadah itu disyaratkan empat hal, yaitu Islam, berakal sehat (tamyiz), mengetahui sesuatu yang diniatkan dan tidak ada sesuatu yang merusak niat. Syarat yang nomor tiga (mengetahui sesuatu yang diniatkan) menjadi tolok ukur tentang diwajibkannya niat. Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam dua hal Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat), seperti membedakan orang yang beri’tikaf di masjid dengan orang yang beristirah di masjid. Kedua, untuk membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya, seperti membedakan antara shalat Dzuhur dan shalat ‘Ashar. Karena melafalkan niat sebelum shalat tidak termasuk dalam dua kategori tersebut tetapi pernah dilakukan Nabi Muhammad dalam ibadah hajinya, maka hukum melafalkan niat adalah sunnah. Imam Ramli mengatakan:
وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلاَفِ مَنْ أَوْجَبَهُ 
           “Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu’-an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat”. (Nihayatul Muhtaj, juz I,: 437).
             Jadi, fungsi melafalkan niat adalah untuk mengingatkan hati agar lebih siap dalam melaksanakan shalat sehingga dapat mendorong pada kekhusyu’an. Karena melafalkan niat sebelum shalat hukumnya sunnah, maka jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.[5]

E.    Basmallah Dalam Sholat

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah setelah membaca doa istiftah dan ta’awudz. Secara umum, pembahasan mengenai masalah ini harus diawali dengan pembahasan apakah basmalah itu bagian dari Al Fatihah? Bagi ulama yang berpendapat ia bagian dari Al Fatihah, maka wajib membaca basmalah sebagaimana wajibnya membaca Al Fatihah yang merupakan rukun shalat. Lalu bagi ulama yang berpendapat ia bukan bagian dari Al Fatihah, mereka pun berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah.

1.     Apakah Bagian Dari Al Fatihah?

Para ulama sepakat bahwa basmalah adalah termasuk ayat Al Qur’an (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/83). Karena memang basmalah terdapat dalam salah satu ayat Al Qur’an,
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. An Naml: 30)
Namun, terdapat perselisihan yang sangat kuat diantara para ulama mengenai apakah basmalah itu bagian dari surat Al Fatihah. Karena jika ditinjau dari segi riwayat qira’ah, dalam sebagian qira’ah yang shahih, basmalah bukan bagian dari Al Fatihah dan dalam sebagian qira’ah yang lain, basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah.
Adapun Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur fuqaha berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah. Mereka berdalil dengan hadits
قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي
“Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman, aku membagi shalat antara Aku dan hambaku menjadi dua bagian, setengahnya untukKu dan setengahnya untuk hambaKu sesuai dengan apa yang ia minta. Ketika hambaku berkata,’Alhamdulillahi rabbil’aalamiin’. Allah Ta’ala berkata, ‘ Hambaku telah memujiKu’” (HR. Muslim 395).
Adapun Ulama Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian dari Al Fatihah. Mereka berdalil diantaranya dengan hadits, semisal hadits ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memberitahu para sahabat mengenai surat yang paling agung dalam Al Qur’an, beliau bersabda:
هِيَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ السَّبْعُ المَثَانِي
“surat tersebut adalah ‘Alhamdulillahi rabbil’aalamiin’ yang terdiri dari 7 ayat” (HR. Al Bukhari 4474 , 4647).
mereka menghitung lafadz “shiraathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laadh dhaaliin” sebagai 1 ayat, sehingga basmalah termasuk dalam 7 ayat tersebut. Adapun para ulama yang mengatakan basmalah bukan bagian dari Al Fatihah menghitung lafadz ini sebagai 2 ayat, yaitu: shiraathalladziina an’amta ‘alaihim sebagai satu ayat, dan ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laadh dhaaliin sebagai satu ayat
Dalil lain bagi yang berpendapat basmalah bagian dari Al Fatihah, yaitu hadits,
إِذَا قَرَأْتُمِ : الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاقْرَءُوا : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ , وَأُمُّ الْكِتَابِ , وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي , وَبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا
“jika kalian membaca Alhamdulillahi rabbil’aalamiin maka bacalah bismillahir rahmanir rahim, karena ia adalah ummul qur’an, ummul kitab dan 7 rangkaian ayat, dan bismillahir rahmanir rahim salah satunya” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 2181, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 729).

hadits ini secara sharih menyatakan bahwa basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah, dan inilah pendapat yang menurut kami lebih rajih. Adapun pendalilan dari hadits Abu Hurairah yang pertama diambil dari mafhum hadits.
Namun sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bacaan basmalah tsabit pada sebagian qira’ah, maka tentunya perbedaan pendapat sangat longgar perkaranya (lihat Sifatu Shalatin Nabi, 79-80).

2.     Apakah Bagian Dari Setiap Surat?

Sebagaimana Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur fuqaha berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, mereka juga berpendapat basmalah bukanlah bagian dari setiap surat (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/83). Namun basmalah memang Allah turunkan untuk pemisah antara surat yang satu dengan yang lain. Diantara alasan bahwa basmalah bukanlah bagian dari setiap surat, para ulama ijma’ bahwa surat Al Kautsar itu terdiri dari 3 ayat, dengan demikian basmalah bukan bagian dari surat Al Kautsar.
Adapun Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian dari Al Fatihah dan juga dari setiap surat (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/84). Diantara alasannya adalah bahwa para sahabat Nabi mengumpulkan Al Qur’an dan menulis basmalah di setiap awal surat, padahal yang bukan berasal dari Al Qur’an tidak boleh ditulis dalam Al Qur’an. Dan para ulama sepakat bahwa basmalah yang berada di antara dua surat itu adalah kalamullah, sehingga wajib dianggap sebagai bagian dari surat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/85).

3.     Hukum Membaca Basmalah

Dari penjelasan sebelumnya, kita ketahui bahwa Syafi’iyah berpendapat wajibnya membaca basmalah karena ia merupakan bagian dari Al Fatihah. Dan mengingat membaca Al Fatihah adalah rukun shalat, maka shalat tidak sah jika tidak membaca basmalah karena adanya kekurangan dalam membaca Al Fatihah. Sebagaimana hadits
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Diantara para salaf yang berpendapat demikian adalah Al Kisa-i, ‘Ashim bin An Nujud, Abdullah bin Katsir, dan yang lainnya (Sifatu Shalatin Nabi, 79). Syafi’iyyah juga berpendapat wajibnya membaca Al Fatihah sebelum qira’ah setiap awal surat dari Al Qur’an dalam shalat (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/88).
Sementara Hanafiyah yang berpendapat basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah dalam shalat hukumnya sunnah sebelum membaca Al Fatihah di setiap rakaat. Disunnahkannya membaca basmalah sebelum Al Fatihah karena dalam rangka tabarruk dengan basmalah. Adapun selain Al Fatihah tidak disunnahkan.
Namun Malikiyyah berpendapat tidak disunnahkan untuk membaca basmalah sebelum qira’ah setelah Al Fatihah, sedangkan menurut Hanabilah sunnah hukumnya baik sebelum Al Fatihah maupun sebelum qira’ah. Dan Malikiyyah membolehkan tasmiyah sebelum Al Fatihah ataupun sebelum qira’ah (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87-88).
Pendapat yang masyhur dari Malikiyyah, yang juga berpendapat basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah sebelum Al Fatihah ataupun qira’ah hukumnya makruh. Mereka berdalil dengan hadits Anas bin Malik

مِعْتُ قتادةَ يُحَدِّثُ عن أنسٍ قال : صلَّيْتُ مع رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكرٍ ، وعمرَ ، وعثمانَ ، فلم أَسْمَعْ أحدًا منهم يقرأُ بسمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِ
“aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman dan aku tidak mendengar mereka membaca bismillahir rahmanir rahim” (HR. Muslim 399).
namun ada riwayat dari Imam Malik bahwa beliau berpendapat boleh, dan riwayat lain dari Malikiyyah yang mengatakan hukumnya wajib (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87).
Kesimpulannya, khilaf dalam masalah ini berporos pada masalah apakah basmalah itu termasuk Al Fatihah ataukah tidak dan apakah ia termasuk bagian dari setiap surat atau tidak. Maka dalam hal membaca basmalah atau tidak membaca basmalah perkaranya longgar.[6]





BAB III

Kesimpulan


Pujian itu sendiri berasal dari bahasa jawa yang berarti sanjungan kepada Allah SWT. Yang kemudian djadikan sebagai istilah khusus bagi kaum  nahdliyin yag biasanya dilakukan setelah adzan sebelum sholat berjama’ah dilaksanakan. Jadi yang dimaksud dengan pujian adalah membaca dzikir atau syair  yang berupa sanjungan hamba kepada Allah SWT dengan bersama-sama sebelum menunaikan sholat berjama’ah dilaksanakan. Menurut para ulama’ tradisi  pujian sebelum shalat adlah sebuah tradisi yang baik dan termasuk kedalam Bid’ah hasanah yang mendtangkan pahla bagi para pelakunya. Niat adalah amalan hati dan hanya Allah  SWT yang mengetahuinya. Niat itu tempatnya  di dalam hati dan bukanlah di lisan.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah setelah membaca doa istiftah dan ta’awudz. Secara umum, pembahasan mengenai masalah ini harus diawali dengan pembahasan apakah basmalah itu bagian dari Al Fatihah? Bagi ulama yang berpendapat ia bagian dari Al Fatihah, maka wajib membaca basmalah sebagaimana wajibnya membaca Al Fatihah yang merupakan rukun shalat. Lalu bagi ulama yang berpendapat ia bukan bagian dari Al Fatihah, mereka pun berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah.
Ulama dari Madzhab 4 yang berpendapat bahwa Basmallah bagian dari Al-Fatiha yaitu Syafi’iah, sedangkan ulama yang mengatakan bahwa Basmallah bukan bagian dari Al-Fatiha yaitu, Hanafiya, Hanabilah, dan Malikiyah.











Daftar Pustaka

Al-Barzah. (2017, 04 19). Albarzah. Retrieved from Ahlusunnah: http://albarzah.blogspot.co.id/pujian-sebelum-sholat berjemaah.hmtl
Media, M. (2017, April 23). Berita Islam. Retrieved from Muslim Media News: http://www.muslimmedianews.com/2013/08/hukum-melantunkan-puji-pujian-sebelum-sholat.html
Muslim. (2017, April 26). Hukum Islam. Retrieved from Basmalah Dalam Sholat: https://muslim.or.id/19744-hukum-basmalah-dalam-shalat.html
Wordpress. (2017, Maret 08). Tiket Akhirat. Retrieved from Ahlusunnah: HTTPS://TIKETAKHIRAT.WORDPRESS.COM/2013/08/24/MELAFALKAN-NIAT-SHALAT-MENURUT-EMPAT-MAZHAB/




[1] http://albarzah.blogspot.co.id/2010/08/pujian-sebelum-sholat-berjamaah.html
[4] Ibid
[5]https://tiketakhirat.wordpress.com/2013/08/24/melafalkan-niat-shalat-menurut-empat-mazhab/





Untuk Mendownload Makalah Silahkan Download pada Link Berikut :
loading...

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Recent Posts

}); }); //]]>